Lompat ke konten
Home » Blog » Mangrove Serenity: Sebuah Aksi Memadukan Konservasi Alam dan Pemberdayaan Masyarakat

Mangrove Serenity: Sebuah Aksi Memadukan Konservasi Alam dan Pemberdayaan Masyarakat

  •  

Halo Levania! Senang rasanya dapat kembali bercerita dengan teman-teman semua. Kali ini Tim LEVA datang membawakan cerita terbaru dari Pulau Pari. Dalam sebuah perjalanan 3 hari 2 malam dari tanggal 25 sampai 27 Agustus kemarin, ada banyak sekali cerita yang rasanya ingin sekali cepat-cepat kami sampaikan. Mengenai keramahan masyarakat Pulau Pari, keindahan panorama alamnya, hingga betapa mengagumkannya perjuangan masyarakat Pulau Pari untuk bisa hidup mandiri. Semua cerita tersebut terangkum dalam sebuah program kolaborasi dengan Telkom Indonesia dan Yayasan Peduli Konservasi dengan tajuk “Mangrove Serenity: Educamp & Plant”.

Bagi yang belum tahu, Pulau Pari adalah salah satu pulau yang ada di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Jaraknya tak terlalu jauh namun namanya mungkin terasa agak samar di benak orang-orang kebanyakan. Padahal, dengan waktu tempuh kurang dari dua jam menggunakan kapal tradisional, kita sudah bisa menginjakkan kaki di pulau yang indah itu. Bagi yang belum pernah datang ke Pulau Pari, mungkin di lain waktu bisa menjadikan Pulau Pari sebagai salah satu destinasi wisata.

Datangnya Tim LEVA ke Pulau Pari tentu bukan dengan tujuan jalan-jalan atau healing.  Ada rangkaian program yang telah kami jalankan di sana dengan menyasar sisi konservasi alam dan pemberdayaan masyarakatnya. Karena bagaimanapun juga, masyarakat Pulau Pari merupakan subyek utama dari konservasi alam yang ada di pulaunya sendiri. Maka, program yang melibatkan masyarakat setempat merupakan keniscayaan dan bagian dari misi kami dalam memberdayakan masyarakat setempat.


Jumat, 25 Agustus 2023

Program pertama yang kami lakukan dimulai pada Jumat siang sekitar pukul 13.00 WIB. Kami mengumpulkan ibu-ibu tangguh Pulau Pari sebanyak 15 orang yang tergabung dalam satu perkumpulan bernama Perempuan Pulau Pari. Agenda utama siang itu ialah sebuah lokakarya (workshop) mengubah minyak jelantah menjadi cairan pembersih lantai. Kami mengajak ibu-ibu Pulau Pari sebagai peserta lokakarya agar kemudian dapat memanfaatkan limbah rumah tangga tersebut menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat.

Kami juga mengajak Bu Mahariah selaku aktivis lingkungan dari Pulau Pramuka sebagai pemateri tersebut. Bu Mahariah bukan nama baru dalam dunia konservasi lingkungan, khususnya di Kepulauan Seribu. Peraih penghargaan Kalpataru tersebut sudah malang melintang di dunia konservasi lingkungan, khususnya dalam usahanya menjaga pulau-pulau di Kepulauan Seribu dari ancaman kerusakan lingkungan. Dalam kesempatan siang hari itu Bu Mahariah tidak datang sendiri, melainkan membawa 5 orang mahasiswa yang turut serta membantu beliau dalam lokakarya tersebut.

Peserta nampak begitu bersemangat dalam mengikuti lokakarya ini. Terlihat dari banyaknya minyak jelantah yang telah mereka siapkan ke dalam botol-botol minuman kemasan bekas untuk menjadi bahan utama pembuatan cairan pembersih lantai tersebut. Dari sekian banyak botol minyak jelantah yang dibawa oleh peserta, ada minyak yang secara warna masih di taraf wajar, ada juga minyak yang bahkan cahaya pun enggan tembus dari padanya. Menunjukkan betapa keruh dan kotornya minyak tersebut yang membuat Bu Mahariah sampai menggelengkan kepala. “Masih bisa dipurifikasi,” Kata Bu Mahariah, “tapi bisa berbulan-bulan makan waktunya.”

Siang hari yang panas di sebuah saung dekat tepi pantai, ditemani segelas es jeruk dan gorengan, peserta tetap antusias memperhatikan Kak Wati (salah satu mahasiswa yang membantu Bu Mahariah) dalam memberikan materi. Tak hanya berupa materi teoretis saja, peserta juga dilibatkan dalam praktik pembuatannya. Mereka berbagi tugas untuk mempercepat proses pembuatan sabunnya.

Singkat cerita, lokakarya tersebut berhasil mengubah minyak jelantah menjadi cairan pembersih lantai sebanyak 3 liter yang langsung dibagikan kepada para peserta dalam bentuk botol-botol kecil berukuran 100ml. Semua peserta terlihat senang dengan materi yang diberikan dan berharap lokakarya semacam itu dapat sering-sering dilakukan kepada mereka dan kepada masyarakat Pulau Pari secara umum.


Sabtu, 26 Agustus 2023

Hari kedua dimulai dengan agenda utama Mangrove Education, yaitu memberikan edukasi seputar mangrove dan ekosistemnya kepada siswa-siswi SDN Pulau Pari 01. Pukul 12.30 WIB saat kami tiba di sekolah dan mendapati anak-anak sudah berkumpul untuk menerima edukasi yang kami siapkan. Mereka terdiri dari anak-anak kelas 4 dan kelas 5 dengan jumlah 30 anak. Mereka dikumpulkan dalam satu ruang kelas untuk siap menerima materi edukasi oleh tim edukator LEVA, yaitu Kak Inge dan Kak Debo.

Sesi di kelas dimulai dengan mengerjakan soal pre test. Hal itu dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana pengetahuan anak-anak Pulau Pari seputar mangrove dan ekosistemnya. Di akhir sesi nanti juga akan diberikan soal post test untuk menjadi tolok ukur keberhasilan sesi edukasi.

Untuk mempermudah proses belajar mengajar, tiap anak dibekali booklet yang menarik dan interaktif. Booklet tersebut berisi informasi berupa gambar ilustrasi mangrove dan ekosistemnya, termasuk fauna yang hidup berdampingan dengan mangrove. Gambar ilustrasi tersebut mampu memikat mata anak-anak sehingga mereka bisa tetap fokus dalam menerima materi. Anak-anak juga terlihat sangat semangat untuk belajar bahkan sampai harus berebut angkat tangan agar bisa bertanya dan menjawab pertanyaan. Untuk membuat sesi edukasi lebih menarik, kami menyediakan beberapa hadiah bagi mereka yang dapat menjawab pertanyaan dengan baik dan benar sesuai dengan materi yang sudah diberikan.

Setelah sesi pemberian materi selesai, anak-anak diberi tugas untuk membuat poster mangrove secara berkelompok dengan ditemani oleh para mentor dari Tim LEVA. Pembuatan poster ini selain untuk membuat anak-anak bisa hands on, juga untuk memantik imajinasi anak-anak seputar mangrove dan menuangkannya dalam bentuk gambar.

Saat cuaca sudah sejuk dan matahari mulai tergelincir, kami mengajak anak-anak untuk bermain Mangrove Board di halaman depan sekolah. Mangrove Board adalah media edukasi seperti permainan ular tangga namun dengan ukuran yang lebih besar (3×4 meter) dan dimainkan oleh 5 orang. Di dalam setiap kotak yang akan mereka pijak ada informasi seputar mangrove yang dapat dipelajari bersama. Selain itu tentu saja ada tantangan dan hukuman yang dapat membuat siapa saja yang berpijak di atasnya harus rela turun sekian level. Di situlah letak serunya permainan ini. Bermain sekaligus belajar mangrove!

Hari berakhir dan senyum terpahat di wajah anak-anak. Satu per satu dari mereka meninggalkan sekolah dengan sebuah bingkisan tertenteng di tangannya. Kesenangan mereka merupakan hadiah bagi Tim LEVA yang telah menyiapkan rangkaian sesi edukasi pada hari itu.


Minggu, 27 Agustus 2023

Hari Minggu tanggal 27 menjadi hari terakhir kami di Pulau Pari. Tentu tak lengkap rasanya jika kami tidak menanam mangrove. Maka hari itu menjadi hari penanaman kami. Total 300 bibit mangrove kami tanam di lepas Pantai Rengge. Pagi hari sekali saat matahari baru saja menyelinap keluar. Warnanya masih sedikit oranye dengan garis-garis cahaya membekas di kolong langit. Angin berhembus dari arah laut dan membuat siapa saja terpaku, memandang kosong ke arah laut. Juga dengan air laut yang sedang surut, membuat bintang laut tak segan memamerkan diri dan membawa kami menyusuri lepas pantai mencari kawanannya.

Pukul 7 pagi saat anak-anak Pulau Pari sudah berkumpul di pantai. Beberapa di antara mereka juga ikut dalam sesi edukasi kemarin. Kami sengaja mengajak mereka dalam penanaman mangrove ini agar mereka dapat berperan aktif dalam menjaga lingkungan rumah mereka sendiri sedari kecil. Saat ditanya, bahkan ada dari mereka yang belum pernah sama sekali menanam mangrove. Maka itulah saat untuk memulainya.

Dengan ditemani oleh Bu Aas selaku koordinator Perempuan Pulau Pari, kami semua mulai menanam mangrove. Kami menggunakan teknik penanaman rumpun berjarak, yaitu teknik menanam sekian banyak bibit mangrove dalam satu lubang besar. Saat itu kami menanam 10 sampai 30 bibit dalam satu lubang. Tujuan dari teknik ini ialah agar mangrove yang telah ditanam dapat kuat menahan deburan ombak yang tiap saat dapat menerpanya.

Penanaman mangrove tersebut menjadi penutup rangkaian program kami di Pulau Pari. Penanaman mangrove menjadi simbol dukungan terhadap konservasi lingkungan, khususnya di Pulau Pari. Semoga bibit-bibit mangrove yang telah tertanam dapat tumbuh dengan sehat dan menjadi pagar terdepan Pulau Pari.

Jadi, kapan kamu mau menanam mangrove?

Penulis: Muhammad Faiz Ramadhan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *