Day 1
Pada tanggal 26 hingga 27 Juni 2024, LEVA mendapatkan kesempatan untuk menjadi pendamping peserta dalam peringatan Coral Triangle Day 2024 (CTD) yang diselenggarakan oleh Dinas Ketahanan Pangan Kelautan dan Pertanian (KPKP) bekerja sama dengan Yayasan Terangi bertempat di Pulau Tidung Kecil dan Pulau Pramuka.
Ini merupakan tahun kedua CTD diselenggarakan, tahun ini mengusung tema “Balancing Marine Conservation and Blue Economy” . Kegiatan ini melibatkan 150 pelajar, mahasiswa dan komunitas se-Jabodetabek.
Kami berangkat dari Dermaga 9 Marina Ancol bersama peserta dan komunitas lainnya yang telah dikelompokkan sebelumnya. Selama di perjalanan, Kak Elis dari DKPKP menjelaskan banyak hal mengenai Kepulauan Seribu, dari letak geografis hingga hasil budidaya laut yang menjadi komoditas utama Kepulauan Seribu. Aula PBKL (Pusat Budidaya dan Konservasi Laut) yang berada di Pulau Tidung Kecil merupakan tempat pembukaan acara.
Setelah acara pembukaan, Yayasan Terangi yang dalam hal ini menjadi fasilitator mengawali kegiatan yang pertama yaitu Sekolah Pantai Indonesia. Para fasil menjelaskan berbagai isu lingkungan yang berpengaruh kepada ekosistem pesisir dan laut, di antaranya; Terumbu Karang, Dinamika Pantai, Mangrove, Lamun, Serta Cuaca dan Iklim. Dalam hal ini, LEVA berkesempatan untuk menjadi pendamping kelompok 5, yaitu materi Cuaca dan Iklim dengan fasil Kak Lambok dan Kak Kiki. Fasilitator menjelaskan peranan penting iklim dan cuaca terhadap ekosistem pesisir dan laut. Salah satunya adalah kenaikan suhu. Dengan bertambahnya suhu bumi 1 derajat celcius saja, dapat menyebabkan banyak perubahan terhadap ekosistem, mulai dari kenaikan permukaan air laut hingga pemutihan karang.
Untuk itu, perlu diketahui cara menghitung beberapa indikator yang menyebabkan perubahan iklim dan suhu. Beberapa cara sederhana adalah menghitung suhu udara dengan menggunakan thermometer alcohol yang digantungkan di tempat tidak ternaungi selama 2 menit dan dilakukan pengulangan sebanyak 5 kali dengan jeda 1 menit. Selanjutnya penghitungan kecepatan angin dengan menggunakan windsock yang dapat dibuat sendiri sesuai dengan acuan yang diberikan. Cara kerjanya yaitu, meletakan windsock di tempat tinggi yang terkena angin, lalu diperhatikan tegakan dari sock-nya. Semakin mendekati garis lurus, maka semakin tinggi kecepatan angin, dengan perkiraan 15+knots atau 28+kmph.
Indikator selanjutnya adalah pengukuran curah hujan dengan metode hujan buatan. Hujan yang tertampung di gelas ukur dalam rentang waktu 1 menit menunjukan intensitas curah hujan, semakin tinggi angka yang didapat, artinya semakin tinggi pula intensitas curah hujan atau bisa dikatakan hujan sangat lebat.
Selanjutnya peserta diajak untuk melakukan transplantasi karang dan pelepasan bibit ikan kakap di tepi laut. Transplantasi karang dilakukan dengan cara mengikat substrat anakan karang ke rak fragmen yang telah disediakan. Satu rak fragmen bisa diisi hingga 25 anakan karang. Peserta juga diberikan materi mengenai karang serta terumbu karang dari para instruktur, salah satunya adalah bahwa karang termasuk ke dalam kelompok hewan.
Masih bertempat di Pulau Tidung Kecil, setelah melakukan transplantasi karang, para peserta diajak menanam 5.000 bibit mangrove dengan metode rumpun berjarak. Metode ini sangat cocok digunakan pada substrat berpasir untuk mencegah hanyutnya bibit ketika pasang atau ombak datang. Satu rumpun dapat berisi 200 hingga 500 bibit tergantung dengan lubang yang disediakan. Semakin besar lubang yang dibuat, maka semakin banyak bibit mangrove yang dapat ditanam. Salah satu ancaman bagi pertumbuhan mangrove adalah sampah yang seringkali terbawa oleh ombak atau arus ke daerah pesisir, sehingga kegiatan selanjutnya dilanjutkan dengan beach clean up sembari kembali ke aula untuk persiapan menuju Pulau Pramuka.
Malam harinya, merupakan malam keakraban para peserta yang dimulai dengan pemanasan bersama. Dilanjutkan dengan review kegiatan yang sudah dilakukan dalam waktu satu hari, dan melakukan breakdown kata yang terkait dengan isu-isu sesuai tema kelompok masing-masing. Isu yang didapat, lalu divisualisasikan dengan membuat poster dengan perlengkapan yang telah disediakan.
Day 2
Di hari kedua, Kamis 27 Juni 2024, kami melanjutkan kegiatan mengunjungi keramba jaring apung (Sea Farming) yang dikelola oleh IPB. Lokasinya berada di Kawasan perairan Semak Daun, Sea Farming memiliki luasan sekitar 319 hektar dan udang vaname serta kerapu cangkang menjadi komoditas utama di keramba ini. Selain itu, lobster juga menjadi komoditas favorit.
Selanjutnya, kami diajak untuk melakukan snorkling di perairan Pulau Gosong untuk melihat indahnya terumbu karang yang tumbuh di area tersebut. Tetap harus diperhatikan, bahwa pada saat kegiatan snorkeling, peserta tidak boleh menginjak karang yang ada. Namun, sebelum kegiatan snorkeling, kami ngunjungi Gusung Patrick. Gusung merupakan dataran yang timbul saat keadaan sedang surut. Sehingga, untuk bisa melihat Gusung Patrick ini, harus benar-benar mengetahui jadwal kondisi surutnya, yang biasanya di pagi hari menjelang siang.
Kembali ke Pulau Pramuka, kami mengunjungi Taman Nasional Kepulauan Seribu untuk mendapatkan edukasi mengenai ekosistem lamun dan kegiatan penanaman lamun. Penanaman yang dilakukan adalah dengan metode truf, di mana bibit lamun diikat dengan menggunakan tissue ke jaring kawat yang telah disediakan dengan posisi terbalik. Satu jaring kawat, dapat memuat hingga 40 bibit lamun. Tissue merupakan media ikat yang paling cepat lebur dengan air, sehingga lamun dapat mengikat ke jaring dalam waktu yang tidak begitu lama, yaitu sekitar 7-10 hari.
Kunjungan berikutnya yaitu ke tempat penangkaran penyu di mana terdapat 2 jenis penyu yang berada di penangkaran ini. Di antaranya penyu hijau dan penyu sisik. Survival rate telur penyu untuk menetas dari setidaknya 200 telur penyu di pantai, adalah 1:1000, untuk itulah penangkaran penyu di Pulau Pramuka ini harus dipertahankan. Penyu yang sudah siap untuk dilepaskan adalah penyu yang sudah memiliki cangkang/karapaks yang kuat.
Budidaya kuda laut merupakan tempat kunjungan berikutnya. Terdapat dua jenis kuda laut yang dibudidayakan di tempat ini, yaitu Hippocampus cuda dan Hippocampus comes. Budidaya kuda laut ini merupakan upaya untuk mengurangi eksploitasi pengambilan kuda laut secara liar di laut.
Terakhir, kami mengunjungi Pulau Kelor, untuk melihat salah satu benteng peninggalan Belanda yaitu Benteng Martello. Benteng ini merupakan benteng pertahanan laut pada saat itu. Merupakan satu-satunya benteng yang tersisa yang memiliki bentuk hampir serupa dengan awalnya. Semua material yang terdapat di benteng ini, masih material asli dari zaman Belanda. Salah satu penyebab runtuhnya benteng Martello adalah meletusnya Gunung Krakatau pada tahun 1883.
Sekian cerita keseruan LEVA berpartisipasi pada rangkaian acara Coral Triangle Day 2024 yang diadakan oleh DKPKP. Kami berharap kegiatan ini akan terus dilaksanakan setiap tahunnya, guna memperluas jangkauan tentang edukasi pesisir dan laut kepada lebih banyak masyarakat, terutama pemuda yang saat ini sangat berperan dalam membangun bangsa dan konservasi.
Salam Konservasi, Salam Lestari!
Penulis: Hima